nyobajhaaaaa
EXEIdeas Template Store

Announcement:

  Hi, You Like This Blogger Template Then You Can Download It At Netzspot.Blogspot.

Rabu, 23 Juli 2014

Batasan Hijab Muslimah

18.05


Pertanyaan:

Assalamu’alaykum warohmatullah

Ustadz, saya ingin bertanya berkaitan dengan jilbab muslimah. Sebenarnya seperti apa yang benar? Insya Allah sudah tahu syaratnya, menutupi seluruh tubuh, longgar, tebal, tidak menarik perhatian, tidak tasyabbuh dengan laki-laki dan wanita kafir, dll. Sedikit saya gambarkan mengenai busana saya sehari-hari (afwan), saya memakai gamis yang gelap tidak menarik perhatian. Hitam, atau merah hati, warna anggur. Namun kerudung saya hingga perut. Nah kerudung saya ini yang suka dipermasalahkan oleh teman-teman ngaji saya. Mereka memakai hingga lutut. Sebenarnya panjang krudung itu sampai mana ustadz? Bukankah di alquran itu hingga dada? An Nur 31. Kalau saya berdalil begitu, maka teman-teman mengatakan yang sampai dada itu kerudung dalam. Saya jadi bingung ustadz. Padahal gamis saya sendiri sudah longgar dan tebal. Tapi kerudung saya seperut. Apakah itu belum syar’i? Kerudung saya juga lebar. Tidak macam-macam dengan perhiasan. Dan masalah penggunaan sarung tangan. Bagaimana ustadz hukum nya, apakah wajib? Kan katanya yang bikin aurot adalah telapak tangan. Berarti punggung tangan aurot? Mohon penjelasannya. Jazakallahu khairan.

Wassalamu’alaikum

(Ummu Hindun)

Jawab:

Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.

Hijab syar’i bagi seorang wanita muslimah ketika keluar rumah setelah memakai gamis (baju panjang) adalah khimar (kerudung penutup kepala, leher, dan dada), dan jilbab (baju setelah gamis dan khimar yang menutup seluruh badan wanita/abaya). Yang penanya kenakan sekarang-wallahu a’lam- adalah khimar yang tercantum dalam firman Allah ta’ala:

(وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ )(النور: من الآية31)
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan khimar ke juyub (celah-celah pakaian) mereka.” (Qs. 24:31)

Berkata Ath-Thabary rahimahullahu:

وليلقين خُمُرهنّ …على جيوبهنّ، ليسترن بذلك شعورهنّ وأعناقهن وقُرْطَهُنَّ
“Hendaknya mereka melemparkan khimar-khimar mereka di atas celah pakaian mereka supaya mereka bisa menutupi rambut, leher , dan anting-anting mereka.” (Jami’ul Bayan 17/262, tahqiq Abdullah At-Turky)

Berkata Ibnu Katsir rahimahullahu:

يعني: المقانع يعمل لها صَنفات ضاربات على صدور النساء، لتواري ما تحتها من صدرها وترائبها؛ ليخالفن شعارَ نساء أهل الجاهلية، فإنهن لم يكن يفعلن ذلك، بل كانت المرأة تمر بين الرجال مسفحة بصدرها، لا يواريه شيء، وربما أظهرت عنقها وذوائب شعرها وأقرطة آذانها. …والخُمُر: جمع خِمار، وهو ما يُخَمر به، أي: يغطى به الرأس، وهي التي تسميها الناس المقانع
“Khimar, nama lainnya adalah Al-Maqani’, yaitu kain yang memiliki ujung-ujung yang dijulurkan ke dada wanita, untuk menutupi dada dan payudaranya, hal ini dilakukan untuk menyelisihi syi’ar wanita jahiliyyah karena mereka tidak melakukan yang demikian, bahkan wanita jahiliyyah dahulu melewati para lelaki dalam keadaan terbuka dadanya, tidak tertutupi sesuatu, terkadang memperlihatkan lehernya dan ikatan-ikatan rambutnya, dan anting-anting yang ada di telinganya. Dan khumur adalah jama’ dari khimar, artinya apa-apa yang digunakan untuk menutupi, maksudnya disini adalah yang digunakan untuk menutupi kepala, yang manusia menyebutnya Al-Maqani’ (Tafsir Ibnu Katsir 10/218, cet. Muassah Qurthubah)

Lihat keterangan yang semakna di kitab-kitab tafsir seperti Tafsir Al-Baghawy, Tafsir Al-Alusy, Fathul Qadir dll, ketika menafsirkan surat An-Nur ayat 31.

Dan kitab-kitab fiqh seperti Mawahibul Jalil (4/418, cet. Dar ‘Alamil Kutub), Al-Fawakih Ad-Dawany (1/334 cet. Darul Kutub Al-’Ilmiyyah), Mughny Al-Muhtaj (1/502, cet. Darul Ma’rifah) dll.

Demikian pula kitab-kitab lughah (bahasa) seperti Al-Mishbahul Munir (1/248, cet. Al-Mathba’ah Al-Amiriyyah), Az-Zahir fii ma’ani kalimatin nas (1/513, tahqiq Hatim Shalih Dhamin), Lisanul ‘Arab hal:1261, Mu’jamu Lughatil Fuqaha, dll.

Yang intinya bahwa pengertian khimar di dalam surat An-Nur ayat 31 adalah kain kerudung yang digunakan wanita untuk menutup kepala sehingga tertutup rambut, leher, anting-anting dan dada mereka. Sementara itu wajib bagi wanita muslimah mengenakan jilbab setelah mengenakan khimar ketika keluar rumah, sebagaimana tercantum dalam firman Allah ta’ala:

(يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحِيماً) (الأحزاب:59)
Artinya:” Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin agar hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. 33:59)

Para ulama berbeda-beda dalam menafsirkan jilbab, ada yang mengatakan sama dengan khimar, ada yang mengatakan lebih besar, dll (lihat Lisanul Arab hal: 649). Dan yang benar –wallahu a’lamu- jilbab adalah pakaian setelah khimar, lebih besar dari khimar, menutup seluruh badan wanita.

Berkata Ibnu Katsir rahimahullahu:

والجلباب هو: الرداء فوق الخمار
“Dan jilbab adalah pakaian di atas khimar.” (Tafsir Ibnu Katsir 11/252)

Berkata Al-Baghawy rahimahullahu:

وهو الملاءة التي تشتمل بها المرأة فوق الدرع والخمار.
“Jilbab nama lainnya adalah Al-Mula’ah dimana wanita menutupi dirinya dengannya, dipakai di atas Ad-Dir’ (gamis/baju panjang dalam/daster) dan Al-Khimar.” (Ma’alimut Tanzil 5/376, cet. Dar Ath-Thaibah)

Berkata Syeikhul Islam rahimahullahu:

و الجلابيب هي الملاحف التي تعم الرأس و البدن
“Dan jilbab nama lain dari milhafah, yang menutupi kepala dan badan.” (Syarhul ‘Umdah 2/270)

Berkata Abu Abdillah Al-Qurthuby rahimahullahu:

الجلابيب جمع جلباب، وهو ثوب أكبر من الخمار…والصحيح أنه الثوب الذي يستر جميع البدن. “الجلابيب
adalah jama’ جلباب, yaitu kain yang lebih besar dari khimar…dan yang benar bahwasanya jilbab adalah kain yang menutup seluruh badan.” (Al-Jami’ li Ahkamil Quran 17/230, tahqiq Abdullah At-Turky)

Berkata Syeikh Muhammad Amin Asy-Syinqithy rahimahullahu:

فقد قال غير واحد من أهل العلم إن معنى : يدنين عليهن من جلابيبهن : أنهن يسترن بها جميع وجوههن، ولا يظهر منهن شيء إلا عين واحدة تبصر بها ، وممن قال به ابن مسعود ، وابن عباس ، وعبيدة السلماني وغيرهم
“Beberapa ulama telah mengatakan bahwa makna ” يدنين عليهن من جلابيبهن” bahwasanya para wanita tersebut menutup dengan jilbab tersebut seluruh wajah mereka, dan tidak nampak sesuatupun darinya kecuali satu mata yang digunakan untuk melihat, diantara yang mengatakan demikian Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, dan Ubaidah As-Salmany dan lain-lain.” (Adhwa’ul Bayan 4/288) Oleh karena itu hendaknya penanya melengkapi busana muslimahnya dengan jilbab setelah mengenakan khimar.

Datang dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah:

والمشروع أن يكون الخمار ملاصقا لرأسها، ثم تلتحف فوقه بملحفة وهي الجلباب؛ لقول الله سبحانه: سورة الأحزاب الآية 59 يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ الآية.
“Yang disyari’atkan adalah hendaknya khimar menempel di kepalanya, kemudian menutup di atasnya dengan milhafah, yaitu jilbab, karena firman Allah ta’alaa dalam surat Al-Ahzab ayat 59:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
(Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 17/176)

Berkata Syeikh Al-Albany rahimahullahu:

فالحق الذي يقتضِيه العمل بما في آيتي النّور والأحزاب ؛ أنّ المرأة يجب عليها إذا خرجت من دارها أنْ تختمر وتلبس الجلباب على الخمار؛ لأنّه كما قلنا : أسْتر لها وأبعد عن أنْ يصف حجم رأسها وأكتافها , وهذا أمر يطلبه الشّارع … واعلم أنّ هذا الجمع بين الخمار والجلباب من المرأة إذا خرجت قد أخلّ به جماهير النّساء المسلمات ؛ فإنّ الواقع منهنّ إمّا الجلباب وحده على رؤوسهن أو الخمار , وقد يكون غير سابغ في بعضهن… أفما آن للنّساء الصّالحات حيثما كنّ أنْ ينْتبهن من غفلتهن ويتّقين الله في أنفسهن ويضعن الجلابيب على خُمرهن
“Maka yang benar, sebagai pengamalan dari dua ayat, An-Nur dan Al-Ahzab, adalah bahwasanya wanita apabila keluar dari rumahnya wajib atasnya mengenakan khimar dan jilbab di atas khimar, karena yang demikian lebih menutup dan lebih tidak terlihat bentuk kepala dan pundaknya, dan ini yang diinginkan Pembuat syari’at…dan ketahuilah bahwa menggabungkan antara khimar dengan jilbab bagi wanita apabila keluar rumah telah dilalaikan oleh mayoritas wanita muslimah, karena yang terjadi adalah mereka mengenakan jilbab saja atau khimar saja, itu saja kadang tidak menutup seluruhnya… apakah belum waktunya wanita-wanita shalihah dimanapun mereka berada supaya sadar dari kelalaian mereka dan bertaqwa kepada Allah dalam diri-diri mereka, dan mengenakan jilbab di atas khimar-khimar mereka?” (Jilbab Al-Mar’ah Al-Muslimah hal: 85-86)

Berkata Syeikh Bakr Abu Zaid rahimahullahu:

حجابها باللباس، وهو يتكون من: الجلباب والخمار، …فيكون تعريف الحجاب باللباس هو:ستر المرأة جميع بدنها، ومنه الوجه والكفان والقدمان، وستر زينتها المكتسبة بما يمنع الأجانب عنها رؤية شيء من ذلك، ويكون هذا الحجاب بـ الجلباب والخمار
“Hijab wanita dengan pakaian terdiri dari jilbab dan khimar…maka definisi hijab dengan pakaian adalah seorang wanita menutupi seluruh badannya termasuk wajah, kedua telapak tangan, dan kedua telapak kaki, dan menutupi perhiasan yang dia usahakan dengan apa-apa yang mencegah laki-laki asing melihat sebagian dari perhiasan-perhiasan tersebut, dan hijab ini terdiri dari jilbab dan khimar.” (Hirasatul Fadhilah 29-30) Sebagian ulama mengatakan bahwa jilbab tidak harus satu potong kain, akan tetapi diperbolehkan 2 potong dengan syarat bisa menutupi badan sesuai dengan yang disyari’atkan (Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 17/178).

Wallahu a’lam.

Ustadz Abdullah Roy, Lc.

Sumber: tanyajawabagamaislam.blogspot.com


Posted via Blogaway
Read More ...

Adab Berdoa sesuai tuntunan

15.45

Adab berdoa sesuai sunnah Rasulullah SAW

Adab Berdoa Dalam Islam
1. Memulai Berdoa Untuk Diri Sendiri Kemudian Baru Orang Lain
Didalam Kitabullah terdapat isyarat tentang hal tersebut, diantaranya :

رب اغفر لي و لولدي…

Artinya :
Yaa Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orangtuaku… ( Surat Nuh ayat 28 ).

قال رب اغفر لي و لأخي…

Artinya :
Musa berkata : wahai Tuhanku ampunilah aku dan saudaraku… (Surat Al-A’raaf ayat 151 ).

Dari sahabat Ubai bin Ka’ab – رضي الله عنه – berkata :

كان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – إذا دعا بدأ بنفسه

Artinya :
Adalah Rasulullah, jika beliau berdoa maka beliau memulai untuk dirinya terbelih dahulu. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

2. Tidak Berdoa Untuk Suatu Perbuatan Dosa Dan Memutus Silaturrahim
Rasulullah – صلى الله عليه وسلم – bersabda :

ما من أحد يدعو بدعاء إلا آتاه الله ما سأل أو كف عنه من السوءمثله ما لم يدع بإثم أو قطيعة رحم

Artinya :
Tidaklah seorang berdoa kepada Allah melainkan Allah akan mengabulkan apa-apa yang dimintanya atau mencegah darinya keburukan yang akan menimpanya yang setara dengan apa yang dimintanya, selama dia tidak meminta untuk suatu perbuatan dosa atau memutus silaturrahim. (HR. Tirmidzi).

3. Tidak Mendoakan Keburukan Atas Diri Sendiri, Anak Dan Harta
Rasulullah -صلى الله عليه وسلم – bersabda :

لا تدعوا على أنفسكم و لا تدعوا على أولادكم و لا تدعوا على أموالكم لا توافقوا من الله شاة يسأل فيها عطاء فيستجيب لكم

Artinya :
Janganlah kalian berdoa keburukan atas diri kalian, anak-anak dan harta-harta kalian. Jangan sampai doa kalian itu bertepatan dengan suatu waktu yang Allah mengabulkan apa-apa yang dimintanya, lalu permintaan kalian dikabulkan. (HR. Abu Dawud).

4. Memulai Berdoa Dengan Memuji Allah Dan Tidak Lupa Bershalawat Kepada Rasulullah
Rasulullah – صلى الله عليه وسلم – bersabda :

إذا صلى احدكم فليبدأ بتحميد ربه عز وجل و الثناء عليه ثم ليصل على النبي صلى الله عليه وسلم ثم ليدع بعد بما شاء

Artinya :

Jika salah seorang diantara kalian berdoa hendaklah dia memulainya dengan memuji Allah dan menhanjungnya lalu bersholawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian setelah itu mintalah apa-apa yg dia kehendaki. (HR. Abu Dawud).

5. Berdoa Dengan Mengangkat Tangan Dan Menengadahkan Bagian Dalam Telapak Tangan
Rasulullah – صلى الله عليه وسلم – bersabda :

إن ربكم تبارك و تعالى حي كريم يستحي من عبده إذا رفع يديه إليه أن يردهما صفرا

Artinya :
Sesungguhnya Tuhan kalian -تبارك وتعالى – Maha Malu lagi Maha Mulia, Dia malu terhadap hamba-Nya yang mengangkat kedua tangannya kepada-Nya lalu mengembalikannya dalam keadaan kosong / tidak diberi. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi).

إذا سألتم الله تعالى فاسألوه ببطون أكفكم و لا تسألوه بظهورها

Artinya :
Jika Kalian Berdoa kepada Allah maka berdoalah dengan menengadahkan bagian dalam telapak tangan, dan janganlah kalian berdoa dengan punggung telapak tangan. (HR. Abu Dawud).

6. Niat Yang Benar
Hendaknya Seseorang yang berdoa berniat untuk Beribadah Kepada Allah – عز و جل – dengan doa yang dipanjatkannya. Dan juga dengan meniatkan Untuk Menggantungkan Kebutuhannya kepada Allah. Siapa saja yang menggantungkan hajatnya kepada Allah, niscaya dia tidak akan rugi selamanya.

Allah berfirman :

و قال ربكم ادعوني أستجب لكم…

Artinya :
Dan Tuhanmu berfirman : BERDOALAH KEPADAKU, NISCAYA AKAN AKU PERKENANKAN BAGIMU…

Nabi – صلى الله عليه وسلم – bersabda :

إن الداء هو العبادة

Artinya :
Sesungguhnya doa itu adalah IBADAH. (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi).

الدعاء ينفع مما نزل و مما لم ينزل فعليكم عباد الله بالدعاء

Artinya :
Doa itu bermanfaat bagi apa-apa yang sudah terjadi ataupun yang belum terjadi. Maka hendaklah kalian berdoa wahai hamba Allah. (HR. Tirmidzi)

7. Meminta Yang Banyak Kepada Allah Untuk Urusan Dunia Dan Akhirat
Rasulullah – صلى الله عليه وسلم – bersabda :

إذا سأل أحدكم فليكثر فإنما يسأل ربه

Artinya :
Jika salah seorang dari kalian meminta maka perbanyaklah permintaannya karena sesungguhnya dia sedang meminta kepada Tuhannya. (HR. Ibnu Hibban).

إنه من لم يسأله يغضب عليه

Artinya :
Sesungguhnya siapa saja yang tidak meminta kepada Allah maka Allah akan marah kepadanya. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

8. Berdoa Dengan Doa-Doa Yang Diriwayatkan Dari Rasulullah Atau Dengan Kata-Kata Singkat Dan Padat
Dari ‘aisyah – رضي الله عنه – berkata :

كان رسول الله يستحب الجوامع من الدعاء و يدع ما سوى ذلك

Artinya :
Rasulullah - صلى الله عليه وسلم – adalah orang yang mencintai kata-kata Singkat dan padat dalam berdoa dan meninggalkan selain itu. (HR. Abu Dawud).

9. Menghadirkan Hati Dan Yakin Doanya Akan Dikabulkan Oleh Allah
Rasulullah – صلى الله عليه وسلم – bersabda :

ادعوا الله تعالى و أنتم موقنون بالإجابة و اعلموا أن الله لا يستجيب دعاء من قلب غافل لاه

Artinya :
Berdoalah kepada Allah dalam keadaan kalian yakin akan dikabulkan, ketahuilah sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai dan lengah. (HR. Tirmidzi).

Allah berfirman :

و إذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان…

Artinya :
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada tentang Aku, katakanlah BAHWASAHNYA AKU INI DEKAT. AKU MENGABULKAN PERMOHONAN ORANG YANG MEMINTA APABILA DIA BERDOA KEPADA-Ku… ( Al-Baqarah ayat 186 ).

Demikian adab berdoa yang dituntunkan oleh Nabi kita Muhammad SAW semoga kita termasuk mencukupkan dengan sunnah Beliau.

Sudah berdoa namun tidak juga dikabulkan, mungkin cara dan niat kita yang salah.  Bisa jadi Allah akan mengabulkannya di Akhirat kelak. Percayalah Allah tahu mana yang terbaik untuk kita, terbaik agar kita menjadi umat yang sholeh/sholehah, terbaik agar kita dapat merasakan nikmat abadi di surga kelak. Allah Maha Adil dengan segala kehendak-Nya.


Posted via Blogaway
Read More ...

Minggu, 20 Juli 2014

Adab kepada Guru

20.15

Oleh: Ustadz Abu Abdillah al-Atsari
Sesungguhmya adab yang mulia adalah salah satu faktor penentu kebahagiaan dan keberhasilan seseorang. Begitu juga sebaliknya, kurang adab atau tidak beradab adalah alamat (tanda) jelek dan jurang kehancurannya. Tidaklah kebaikan dunia dan akhirat kecuali dapat diraih dengan adab, dan tidaklah tercegah kebaikan dunia dan akhirat melainkan karena kurangnya adab. (Madarijus Salikin, 2/39)
Di antara adab-adab yang telah disepakari adalah adab murid kepada syaikh atau gurunya. Imam Ibnu Hazm berkata: “Para ulama bersepakat, wajibnya memuliakan ahli al-Qur’an, ahli Islam dan Nabi. Demikian pula wajib memuliakan kholifah, orang yang punya keutamaan dan orang yang berilmu.” (al-Adab as-Syar’iah 1/408)
Berikut ini beberapa adab yang selayaknya dimiliki oleh penuntut ilmu ketika menimba ilmu kepada gurunya. Sebagai nasehat bagi kami, selaku seseorang yang masih belajar dan nasehat bagi saudara-saudara kami seiman yang sedang dan ingin menimba ilmu. Allohul Muwaffiq.[i]
1. Ikhlas sebelum melangkah
Pertama kali sebelum me­langkah untuk menuntut ilmu hendaknya kita berusaha selalu mengikhlaskan niat. Sebagaimana telah jelas niat adalah fak­tor penentu diterimanya sebuah amalan. Ilmu yang kita pelajari adalah ibadah, amalan yang mu­lia, maka sudah barang tentu butuh niat yang ikhlas dalam menjalaninya. Belajar bukan karena ingin disebut sebagai pak ustadz, ?rang alim atau ingin meraih ba-iian dunia yang menipu.
Dalil akan pentingnya ikhlas beramal di antaranya firman Allah:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء

Padahal mereka tidakdisuruh kecuali supaya menyembah Alloh dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yanglurus… (QS. al-Bayyinah [98]: 5)
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk membantah orang bodoh, atau berbangga di hadapan ulama atau mencari perhatian manusia,maka dia masuk neraka. (HR. Ibnu Majah 253, Syaikh al-Albani menyatakan hadits ini hasan dalam al-Misykah 225)
Imam ad-Daruqutni berkata: “Dahulu kami menuntut ilmu untuk selain Alloh, akan tetapi ilmu itu enggan kecuali untuk Alloh.” (Tadzkiratus Samihal. 47, lihat Ma’alim fi Thoricj Tholibil llmihal. 20)[ii]
Imam asy-Syaukani berkata: “Pertama kali yang wajib bagi seorang penuntut ilmu adalah meluruskan niatnya. Hendaklah yang tergambar dari perkara yang ia kehendaki adalah syariat Alloh, yang dengannya diturunkan para Rosul dan al-Kitab. Hendaklah penuntut ilmu membersihkan dirinya dari tujuan-tujuan duniawi[iii], atau karena ingin inencapai kemuliaan, kepemimpinan dan Iain-lain. Ilmu ini mulia, tidak menerima selainnya.”(Adabut Tholab wa Muntaha al-Arab hal. 21)
Apabila keikhlasan telah hilang ketika belajar, maka amalan ini (menuntut ilmu) akan berpindah dari keutamaan yang paling utama menjadi kesalahan yang paling rendah!. (at-Ta’liq as-Tsamin hal. 18)
2. Jangan mencari guru sembarangan
Ibnu Jama’ah al-Kinani berkata: “Hendaklah penuntut ilmu mendahulukan pandangannya, istikhoroh kepada Alloh untuk memilih kepada siapa dia berguru. Hendaklah dia memilih guru yang benar-benar ahli, benar-benar lembut dan terjaga kehormatannya. Hendaklah murid memilih guru yang paling bagus dalam mengajar dan paling ba­gus dalam memberi pemahaman. Janganlah dia berguru kepada orang yang sedikit sifat waro’nyaatau agamanya atau tidak punya akhlak yang bagus.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim hal. 86)
Bukan sebuah aib apabila kita menuntut ilmu dari orang alim yang masih muda. Imam Ibnu Muflih berkata: “Fasal mengam­bil ilmu dari ahlinya sekalipun masih berusia muda.” (al-Adab asy-Syari’ah 2/214)
Sahabat Abdulloh bin Abbas radhiyallahu ‘anhumaberkata: “Aku dahulu membacakan ilmu kepada beberapa orang muhajirin, di antara mereka ada Abdurrahman bin Auf.” (HR. Bukhori 6442)
Imam Ibnul Jauzi rahimahullah ber­kata: “Dalam hadits ini terdapat peringatan akan perlunya mengambil ilmu dari ahlinya sekalipun masih berusia muda atau sedikit kedudukannya.”(Kasyful Musykil, lihat Adab at-Tatalmudz hal. 16)
Imam Ibnu Abdil Barr berka­ta: “Orang yang bodoh itu tetap dikatakan rendah sekalipun dia seorang syaikh. Dan orang yang berilmu itu tetap mulia sekalipun masih muda.” (Jami’ Bayanil Ilmi, Adab at-Tatalmudz hal. 16)
Faedah: Orang berilmu tetap di­katakan alim sekalipun masih muda.
Mengambil Ilmu dari ahli bid’ah?
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Perhatikanlah, agamamu. Lihatlah dari mana kamu mengambil ilmu. Ambillah ilmu dari orang yang istiqomah, jangan kamu mengambilnya dari orang yang menyimpang.” (al-Kifayah oleh Khothib al-Baghdadihal. 149)
Syaikh Bakr Abu Zaid ber­kata: “Waspadalah anda dari -Abu Jahl- ahli bid’ah yang me­nyimpang aqidahnya. Yang menjadikan hawa nafsu sebagai hakim dia sebut akal. Berpaling dari dalil. Dia lebih berpegang dengan yang dho’if dan menjauh dari yang shohih.” (Hilyah Tholibil Ilmi. Lihat at-Ta’liq as-Tsamin hal. 204)
Akan tetapi jika seorang muslim terpaksa belajar kepada ahli bid’ah semisal dia tidak mendapati ahli sunnah maka perkaranya lain lagi. Syaikhul Islam mengatakan, “Apabila ada udzur untuk mengerjakan kewajiban berupa ilmu atau jihad kecuali kepada orang yang ada bid’ahnya, yang mana bahayanya lebih kecil daripada meninggalkan kewajiban itu, maka meraih kewajiban dengan melakukan kejelekan yang ringan hal itu lebih baik daripada sebaliknya. Oleh karena itu masalah ini perlu perincian.” (Majmu’ Fatawa 28/212)
3. Mengagungkan guru
Mengagungkan orang yang berilmu termasuk perkara yang dianjurkan. Sebagaimana Rosulullohshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
Bukanlah termasuk golongan kami orang   yang   tidak   menghorrmti orang yang tua, tidak menyayangi yang muda dan tidak mengerti hakulama kami. (HR. Ahmad 5/323, Hakim 1/122. Dishohihkan oleh al-Albani dalam Shohih Targhib1/117)
Imam Nawawi rahimahullah berka­ta: “Hendaklah seorang murid memperhatikan gurunya dengan pandangan penghormatan. Hen­daklah ia meyakini keahlian gu­runya dibandingkan yang lain. Karena hal itu akan menghantarkan seorang murid untuk banyak mengambil manfaat darinya, dan lebih bisa membekas dalam hati terhadap apa yang ia dengar dari gurunya tersebut.” (al-Majmu’ 1/84)
Bolehkah mencium kepala atau tangan guru?
Sering kita jumpai seorang murid mencium tangan gurunya sebagai bentuk penghormatan dan pengagungan. Apakah perkara ini dibolehkan?
Shuhaib Maula Ibnu Abbas berkata: “Aku melihat sahabat Ali mencium tangan dan kedua kaki al-Abbas.” (HR. Bukhori dalam al-Adab al-Mufrod no. 976)
Imam Ibnu Muflih berkata: “Dibolehkan berpelukan, men­cium tangan dan kepala, apabila karena perkara agama, atau demi pemuliaan dan penghormatan dan aman dari  syahwat. Dhohirnya hal ini tidak dibolehkan apabila karena urusan dunia.” (al-Adab asy-Syar’iah 2/377)
Perhatian: Apabila seseorang memulai dengan menjulurkan tangannya kepada manusia agar mereka mencium, maka ini terlarang secara tegas tanpa ada perselisihan dan siapa pun dia orangnya. Berbeda apabila orang yang mencium dia yang memulai untuk mencium (maka boleh).”(Adab at-Tatalmudz hal. 21)
4. Akuilah keutamaan gurumu
Khothib al-Baghdadi berkata: “Wajib bagi seorang murid untuk mengakui keutamaan gurunya yang faqih dan hendaklah pula menyadari bahwa dirinya banyak mengambil ilmu dari gurunya.” (al-Faqih wal Mutafaqqih 1/196)
Ibnu Jamaah al-Kinani ber­kata: “Hendaklah seorang mu­rid mengenal hak gurunya, jangan dilupakan semua jasanya.” (Tadzkiratus Sami’ hal. 90)
5. Doakan kebaikan
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
Apabila ada yang berbuat baik kepadamu maka balaslah denganbalasan yang setimpal. Apabila kamu tidak bisa membalasnya, maka doakanlah dia hingga engkau memandang telah mencukupi untuk membalas dengan balasan yang setimpal.”(HR. Abu Dawud 1672, Nasa’i 1/358, Ah­mad 2/68, Hakim 1/412 Bukhori dalam al-Adab al-Mufrod no. 216, Ibnu Hibban 2071, Baihaqi 4/199, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 9/56. Lihat as-Shohihah 254)
Imam Abu Hanifah berkata: “Tidaklah aku sholat sejak kematian Hammad kecuali aku memintakan ampun untuknya dan orang tuaku. Aku selalu me­mintakan ampun untuk orang yang aku belajar darinya atau yang mengajariku ilmu.” (Mana-qib Imam Abu Hanifah. Lihat Adab at-Tatalmudz hal. 28)
Ibnu Jama’ah berkata: “Hen­daklah seorang penuntut ilmu mendoakan gurunya sepanjang masa. Memperhatikan anak-anaknya, kerabatnya dan menunaikan haknya apabila telah wafat.”(Tadzkiroh Sami’ hal. 91)
6. Rendah diri kepada guru
Ibnu Jama’ah rahimahullah berkata: “Hendaklah seorang murid mengetahui bahwa rendah dirinya kepada seorang guru adalah kemuliaan, dan tunduknya adalah kebanggaan.” (Tadzkiroh Sami’hal. 88)
Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma de­ngan kemuliaan dan kedudukannya yang agung, beliau men­gambil tali kekang unta Zaid bin Tsabitradhiyallahu ‘anhu seraya berkata: “Demikianlah kita diperintah untuk berbuat baik kepada ulama.”(as-Syifa 2/608)
al-Khothib telah meriwayatkan dalam kitabJami’nya bahwa Ibnul Mu’taz berkata: “Orang yang rendah diri dalam belajar adalah yang paling banyak ilmunya sebagaimana tempat yang rendah adalah tempat yang pa­ling banyak airnya.” (Adab at-Tat­almudz hal. 32)
Peringatan. Ibnu Jama’ah al-Ki­nani berkatarahimahullah“Hendaknya seorang penuntut ilmu tidak hanya mencukupkan diri untuk belajar kepada guru-guru yang populer saja, karena hal itu dinilai oleh al-Ghozali termasuk kesombongan dan kebodohan. Ketahuilah bahwa kebenaran adalah seperti barang hilang yang dicari oleh seorang mukmin, dia akan mengambilnya dimana pun dia mendapatkannya dan berterima kasih kepada orang yang memberikan kepadanya. Demikian pula seorang penuntut ilmu, dia akan lari dari kebodohan seba­gaimana dia lari dari singa. Dan orang yang lari dari singa, dia ti­dak akan peduli siapa pun orang­nya yang menunjukkan jalan keluar kepadanya.” (Tadzkiroh Sami’ fi Adabil Alim wal Muta’allim hal. 87)
7. Mencontoh akhlaknya
Hendaklah seorang penun­tut ilmu mencontoh akhlak dan kepribadian guru. Mencontoh kebiasaan dan ibadahnya. (Tadz­kiroh Sami’ hal. 86)
Qoshim bin Salam menceritakan: “Adalah para murid Ibnu Mas’ud mereka belajar kepada­nya untuk melihat akhlak, ke­pribadian dan kemudian menirunya.” (Adab at-Tatalmudz hal. 40)
Imam as-Sam’ani menceritakan bahwa majelis Imam Ahmad bin Hanbal dihadiri lima ribu orang. Lima ratus orang menulis sedangkan selainnya hanya ingin melihat dan meniru adab dan akhlak Imam Ahmad.” (Siyar AlamNubala11/316)
Perhatian. Imam asy-Syathibi berkata: “Walhasil, hendaklah seseorang tidak mengikuti ularna kecuali yang terpercaya menurut kaca mata syar’i. Yang selalu menegakkan hujjah, paling paham dengan hukum syar’i secara umum maupun terperinci. Maka acapkali yang diikuti tidak sesuai dengan syar’i dalam sebagian masalah, maka janganlah dijadikan hakim dan jangan ditiru kesalahannya yang menyelisihi syariat.” (al-I’thishom 1/535, Adab at-Tatalmudz hal. 42)
8. Bila pelajaran sudah dimulai
Bila pelajaran telah dimulai hendaklah bagi seorang penuntut ilmu memperhatikan hal-hal berikut;
Menghadirkan hati dan perhatian dengan seksama
Apabila telah hadir dalam majelis ilmu maka pusatkanlah perhatianmu untuk mendengar dan memahami pelajaran. Jangan biarkan hati menerawang ke-mana-mana. Konsentrasi penuh, karena sikap yang demikian akan membuat pelajaran lebih membekas dan terpahami.
Ibnu Jama’ah berkata: “Hen­daklah seorang murid ketika menghadiri pelajaran gurunya memfokuskan hatinya dan ber-sih dari segala kesibukan. Piki-rannya penuh konsentrasi, ti­dak dalam keadaan mengantuk, marah, haus, lapar dan lain seba-gainya. Yang demikian agar hati­nya benar-benar menerima dan memahami terhadap apa yang dijelaskan dan apa yang dia de-ngar.”(Tadzkiroh Sami’ hal. 96)
Faedah. Imam Hasan al-Bashrirahimahullahberkata: “Apabila engkau bermajelis maka bersemangatlah untuk mendengarkan daripada berbicara. Belajarlah bagaimana mendengar yang baik sebagaimana belajar berkata. Janganlah engkau memutus pembicaraan orang.” (Adab at-Tatalmudz hal. ,43)
Mengenakan pakaian yang bersih
Hal ini harus diperhatikan pula. Hendaklah seorang murid berpakaian yang sopan dan ber­sih. Ingatlah ketika malaikat Jibril bertanya kepada Rosulullohshallallahu ‘alaihi wa sallam beliau sangat bersih pakaian dan keadaan dirinya. Umar bin Khoththob mengatakan: “Ketika kami duduk di sisi Rosulullohshallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari, tiba-tiba datang kepada kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, rambutnya sangat hitam, tidak terlihat padanya bekas perjalanan jauh.” (HR. Muslim 8, Abu Dawud 4695, Tirmidzi 2610, Nasa’i 8/97, Ibnu Majah 63 dan selainnya.)
Karena kondisi yang bersih menandakan bahwa seorang murid siap menerima pelajaran dan ilmu. Maka jangan salah-kan apabila ilmu tidak mere-sap dalam dada karena kondisi kita yang kurang siap, pakaian penuh keringat, kepanasan dan sebagainya.
Duduk dengan tenang
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin berkata: “Duduklah dengan duduk penuh adab. Jangan engkau luruskan kakimu di hadapannya, ini termasuk adab yang jelek. Jangan duduk dengan bersandar, ini juga adab yang jelek apalagi di tempat be­lajar. Lain halnya jika engkau duduk di tempat umum, maka ini lebih ringan.” (at-Ta’liq as-Tsamin hal. 181)
Bertanya kepada guru
Ilmu adalah bertanya dan menjawab. Dahulu dikatakan, “Bertanya dengan baik adalah setengah ilmu.” (Fathul Bari 1/142) Apabila ada pelajaran yang tidak dipahami maka bertanyalah ke­pada guru dengan baik. Bertanya dengan tenang, tidak tergesa-gesa dan pergunakanlah bahasa yang santun lagi sopan. Jangan guru itu dipanggil dengan namanya, katakanlah wahai guruku dan semisalnya. Karena guru perlu dihormati, jangan disamakan de­ngan teman. Alloh berfirman;

لَا تَجْعَلُوا دُعَاء الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاء بَعْضِكُم بَعْضاً

Janganlah kamu jadikan panggilan Rosul di antara kamu seperti pang­gilan sebahagian kamu kepada seba-hagian (yang lain) … (QS. an-Nur [24]: 63)
Ayat ini adalah pokok untuk membedakan orang yang punya kedudukan dengan orang yang biasa. Harap dibedakan keduanya. (al-Faqih wal Mutafaqqih, Adab at-Tatalmudz hal. 52)
Perhatian. Sering kita jumpai se­bagian para penuntut ilmu memaksa gurunya untuk menjawab dengan dalil atas sebuah pertanyaan. Seolah-olah sang murid belum puas dan terus mendesak seperti berkata kenapa begini, soya belum terima, siapa yang ber­kata demikian, semua ini harus dihindari. Pahamilah wahai saudaraku, guru adalah manusia biasa, bisa lupa dan bersalah. Apabila engkau pandang gurumu salah atau lupa dengan dalilnya maka janganlah engkau memaksa terus dan jangan memalingkan muka darinya. Berilah waktu untuk mendatangkan dalil di kesempatan lain. Jagalah adab ini, jangan sampai sang guru menjadi jemu, marah hanya karena melayani pertanyaanmu.
Syaikh al-Albani berkata: “Kadangkala seorang alim tidak bisa mendatangkan dalil atas se­buah pertanyaan, khususnya apa­bila dalilnya adalah sebuah istinbat hukum yang tidak dinashkansecara jelas dalam al-Qur’an dan Sunnah. Semisal ini tidak pantas bagi penanya untuk terlalu mendalam bertanya akan dalilnya. Menyebutkan dalil adalah wajib ketika realita menuntut demikian. Akan tetapi tidak wajib baginya acapkali ditanya harus menjawab Allah berfirman demikian, Rosul bersabda demikian, lebih-lebih dalam perkara fiqih yang rumit yang diperselisihkan. (Majalah al-Asholah edisi. 8 hal. 76. Lihat at-Ta’liq as-Tsaminhal. 188)
9. Perhatikan keadaan gurumu
Memperhatikan keadaan guru merupakan perkara yang penting. Karena mengajar butuh persiapan yang penuh. Jangan bertanya atau meminta belajar ketika kondisi guru tidak siap, semisal sedang sibuk, banyak permasalahan, sedih dan sebagainya.
Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Janganlah engkau meminta belajar kepadanya ketika dia sibuk, sedang sedih, kelelahan, dan Iain-lain, karena hal itu akan menyebabkan dia malas untuk menjelaskan pelajaran kepadamu.” (al-Majmu’1/86)
10 Membela kehormatan guru
Ketahuilah selayaknya bagi siapa saja yang mendengar orang yang sedang mengghibah kehor­matan seorang muslim, hendaklah dia membantah dan menasehati orang tersebut. Apabila tidak bisa diam dengan lisan maka dengan tangan, apabila orang yang mengghibah tidak bisa dinasehati juga dengan tangan dan lesan maka tinggalkanlah tempat tersebut. Apabila dia mendengar orang yang mengghibah gurunya atau siapa saja yang mempunyai kedudukan, keutamaan dan kesholihan, maka hendaklah dia lebih serius untuk membantahnya. (Shohih al-Adzkar 2/832, Adab at-Tatalmudz hal. 33)
11 Jangan berlebihan kepada guru
Guru adalah manusia biasa. Tidak harus semua perkataannya diterima mentah-mentah tanpa menimbangnya menurut kaidah syar’iah. Orang yang selalu manut terhadap perkataan guru, bahkan sampai membela mati-matian ucapannya adalah termasuk sikap ghuluw (berlebih-lebihan). Apabila telah jelas kekeliruan guru maka nasehatilah, jangan diikuti kesalahannya. Jangan seorang guru dijadikan tandingan bagi Alloh dalam syariat ini. Alloh berfirman;

اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَـهاً وَاحِداً لاَّ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rohib-rohib mereka se-bagai Robb-Robb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Robb) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Alloh dari apa yang me­reka persekutukan. (QS. at-Taubah [9]: 31)
Imam Mawardi rahimahullahmengatakan, “Sebagian para pengikut orang alim berbuat ghuluw kepada gurunya. Hingga menja­dikan perkataannya sebagai dalil sekalipun sebenarnya tidak bisa dijadikan dalil. Meyakini ucap­annya sebagai hujjah sekalipun bukan hujjah.” (Adab Dunya hal. 49, Adab at-Tatalmudz hal. 38)
12. Bila guru bersalah
Sudah menjadi ketetapan yang mapan bahwasanya tidak ada seorang pun yang selamat dari kesalahan. Salah merupakan hal yang wajar terjadi pada ma­nusia. Rosululloh -SHI bersabda;
Seluruh bani Adam banyak bersalah. Dan sebaik-baiknya orang yang ba­nyak bersalah adalah yang bertaubat. (HR. Tirmidzi 2499, Ibnu Majah 4251, Ahmad 3/198, ad-Darimi 273, Hakim 4/244; LihatShohih Jami’us Shoghir 4515)
Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Barangsiapa yang mempunyai ilmu dia akan mengetahui de­ngan pasti bahwa orang yang mempunyai kemuliaan, mempu­nyai peran dan pengaruh dalam Islam maka hukumnya seperti ahli Islam yang lain. Kadang-kala dia tergelincir dan bersalah. Orang yang semacam ini diberi udzur bahkan bisa diberi pahala karena ijtihadnya, tidak boleh kesalahannya diikuti, kedudukannya tidak boleh dilecehkan di hadapan manusia.” (I’lamul Muwaqqi’in 3/295)’
Demikianlah beberapa adab seorang murid kepada gurunya. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu , berhiaskan akhlak yang mulia dan jauh dari akhlak yang rendahan. Amin. Allohu A’lam.
Sumber:
Majalah AL FURQON, edisi 11 tahun VI Jumada Tsaniyah 1428 H, hal. 47-51
Read More ...

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Slider

Text Widget

nyobajhaaaaa

Recent

Top Ads

Side Ads

Comments

Footer Ads

Connect Us

Follow Us

Biografi

Random News

Racing

Defenisi

Fadha'il

Page

Diberdayakan oleh Blogger.

Technology[oneleft]

Latest NewsShow More >>